merupakan salah satu strategi perang belanda semacam gencatan senjata atau perbedaan mengapa demikian, apa tujuan yang diraih belanda? jelaskan!
Sejarah
marcelloaditya
Pertanyaan
merupakan salah satu strategi perang belanda semacam "gencatan senjata" atau "perbedaan" mengapa demikian, apa tujuan yang diraih belanda? jelaskan!
1 Jawaban
-
1. Jawaban ichanurfaizah
Gencatan senjataPemerintah RI dan Belanda sebelumnya pada 17 Agustus 1947 sepakat untuk melakukan gencatan senjata hingga ditandatanganinya Persetujuan Renville, tapi pertempuran terus terjadi antara tentara Belanda dengan berbagai laskar-laskar yang tidak termasuk TNI, dan sesekali unit pasukan TNI juga terlibat baku tembak dengan tentara Belanda, seperti yang terjadi antara Karawang dan Bekasi.Isi perjanjianBelanda hanya mengakui Jawa tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai bagian wilayah Republik IndonesiaDisetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan BelandaTNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur.Pasca perjanjianWilayah Indonesia diPulau Jawa (warnamerah) pasca perjanjan Renville.Sebagai hasil Persetujuan Renville, pihak Republik harus mengosongkan wilayah-wilayah yang dikuasai TNI, dan pada bulan Februari 1948, Divisi Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah. Divisi ini mendapatkan julukan Pasukan Hijrah oleh masyarakat Kota Yogyakarta yang menyambut kedatangan mereka.Tidak semua pejuang Republik yang tergabung dalam berbagai laskar, seperti Barisan Bambu Runcing dan Laskar Hizbullah/Sabillilah di bawah pimpinan Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, mematuhi hasil Persetujuan Renville tersebut. Mereka terus melakukan perlawanan bersenjata terhadap tentara Belanda. Setelah Soekarno dan Hatta ditangkap di Yogyakarta, S.M. Kartosuwiryo, yang menolak jabatan Menteri Muda Pertahanan dalam Kabinet Amir Syarifuddin, Menganggap Negara Indonesia telah Kalah dan Bubar, kemudian ia mendirikan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Hingga pada 7 Agustus 1949, di wilayah yang masih dikuasai Belanda waktu itu, Kartosuwiryo menyatakan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII).